PENGEMBANGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF DENGAN BERBANTUAN ALAT PERAGA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMAN
PENDAHULUAN Pembelajaran sains di Sekolah Menengah masih dijumpai siswa kurang memiliki kompetensi pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan kurang motivasi berprestasi yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini tersebut dapat terjadi karena dalam pembelajaran fisika di sekolah masih banyak dilakukan secara oral oleh guru tanpa memperlihatkan peristiwa fisis yang membangun konsep yang diajarkan, sehingga pemahaman konsep siswa hanya menekankan pada penghapalan konsep sehingga berakibat siswa tidak dapat mengaplikasikan konsep fisis yang telah dipelajari dalam situasi lain.
Permasalahan tersebut perlu diupayakan pemecahannya agar siswa dalam pembelajaran dapat terlibat aktif dalam suasana pembelajaran yang ilmiah dan menyenangkan. Untuk itu guru dapat merancang pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada suatu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari secara kontekstual yang memperlihatkan gejala fisis untuk merekonstruksi suatu konsep fisika. Perbedaaan antara prakonsepsi dengan pengamatan menimbulkan konflik kognitif dalam struktur kognitif siswa. Hal ini membuat siswa tertarik untuk lebih mengamati, mengambil data, menganalisis dan menyimpulkan gejala fisis yang dialami dalam kegiatan praktikum secara kelompok dengan menggunakan alat peraga sederhana yang bahannya dapat dibuat dari bahan lingkungan sekitar. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dan pemahaman konsep fisika siswa yang menerapkan pengembangan strategi konplik kognitif dengan model PBL dan CL berbantuan alat peraga dengan tanpa alat peraga. MATERI DAN METODE Materi
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru ke peserta didik, tetapi peserta didik harus mengartikan apa yang diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka bangun/miliki sebelumnya (Lorbach dan Tobin, 1992). Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman tidak seja melalui pengalaman fisik tetapi juga pengalaman kognitif dan mental. Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang sewaktu dia berinterksi dengan lingkungannya yaitu semua obyek yang dibstraksikan dalam diri seseorang dan di sekeliling kita. (von Glaserfeld, 1989).
Menurut pandangan konstruktivisme oleh Brooks & Brooks (1993) bahwa murid membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru kepada apa yang mereka telah fahami sebelumnya. Mereka membentuk peraturan melalui refleksi tentang interaksi mereka dengan objek dan idea. Apabila mereka bertemu dengan objek, idea atau perkaitan yang tidak bermakna kepada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasi apa yang mereka lihat supaya secocok dengan peraturan yang mereka telah bentuk atau mereka akan menyesuaikan peraturan mereka agar dapat menerangkan pemahaman baru ini dengan lebih baik Menurut Gagne (1974) ketika seorang berinteraksi dengan lingkungannya maka dalam otaknya akan terbentuk struktur kognitif tertentu yang disebut skemata berupa organisasi mental yang melalui dua mekanisme yaitu asimilasi dan akomodasi.
Proses asimilasi seseorang menggunakan struktur kognitif dan kemampuan yang sudah ada untuk beradaptasi dengan masalah atau informasi baru yang datang dari lingkungannya. Adaptasi dapat terjadi jika informasinya mengandung kesamaan dengan struktur mental yang ada. Sedangkan proses akomodasi adalah modifikasi struktur kognitif untuk melakukan respon terhadap informasi yang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan tidak setiap informasi dari guru dapat dimengerti atau dipahami dengan baik oleh siswa dalam proses pembelajaran.
Belajar sains khusunya fisika memerlukan proses sains dalam pembentukan konsep, prinsip atau hukum. Untuk itu pembelajaran sains di sekolah diharuskan taat pada proses sains agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi.
Miskonsepsi dapat terjadi karena setiap siswa mempunyai konsepsi awal tentang suatu peristiwa atau gejala yang diamati tetapi bertentangan dengan konsep ilmuwan. Untuk itu guru harus berusaha dalam pembelajaran untuk mengetahui konsepsi awal siswa dan memodifikasi atau mengkalarifikasi agar sesuai dengan konsepsi ilmuan.
Startegi Konplik Kognitif
Pembelajaran yang dapat mengklarifikasi atau memodifikasi konsepsi siswa salah satu alternatifnya adalah menggunakan strategi konflik kognitif yang merupakan penerapan paham konstruktivisme seperti yang dikemukan oleh Osborne (1993) bahwa strategi konflik kognitif mempunyai pola umum yaitu: exposing alternative framework (mengungkapkan konsepsi awal), creating conceptual cogntif ( menciptakan konflik koseptual), encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kogntif).
1. Mengungkapkan Konsepsi Awal Siswa
Belajar konsep sains melibatkan akomodasi kognitif terhadap konsepsi awal siswa. Untuik mengetahui konsepsi awal siswa dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala alam yang relevan dengan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar yang akan dicapai.
2. Menciptakan Konflik Konseptual
Menciptakan konflik konseptual dalam fikiran siswa merupakan fase yang menantang siswa untuk menguji konsepsi awalnya apakah benar atau salah dengan konsepsi ilmuwan. Pada fase ini guru dapat membimbing siswa mendemonstrasikan atau melakukakan percobaan untuk menguji konsepsi awalnya.
3. Mengupayakan Terjadinya Akomadasi Kognitif
Akomodasi kognitif merupakan interpretasi dari hasil demonstrasi atau percobaan yang dilakukan siswa agar konsepsinya benar dan meyakinkan. Pada fase ini guru membimbing siswa dengan pertanyaan yang sifatnya inkuiri dengan mengajukan pertanyaan seperti: apa yang anda maksud, mengapa, dan bagaimana bisa terjadi.
Pengembangan Strategi Konflik Kognitif
Strategi konflik kognitif dapat dikembangkan dengan mengintegrasikannya kedalam model Problem Based Learning (PBL) dan Cooperative Learning (CL) dengan sintaks pembelajaran seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Pengembangan Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif (SKK) dengan mengintegrasikan model CL dan PBL
Pola SKK
Fase-Fase CL
Fase-Fase PBL
Tingkah Laku Guru
Mengungkapkan Konsepsi Awal Siswa
Memberikan pertanyaan secara lisan atau tulisan
Menciptakan Konflik Konseptual
Menyampaikan Tujuan dan motivasi siswa
Orientasi siswa kepada masalah
Menyampaikan tujuan pembelajaran, mempersiapkan kegiatan ilmiah dan memotivasi siswa
Menyajikan informasi
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Mendemonstrasikan dan atau membimbing dalam membuat permasalahan
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Mendorong siswa dalam kerja kelompok untukpemecahan masalah dan mengkomunikasikannya
Mengembangkandan menyajikan hasil karya
Mengupayakan Terjadinya Akomadasi Kognitif
Evaluasi
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa dalam evaluasi dan atau refleksi dari proses pemecahan masalah
Penghargaan
Memberikan penghargaan baik secara individu maupun kelompok
Modifikasi dari sintaks model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik (Trianto, 2007)
Metode
Metode dalam penelitian menggunakan metode eksperimen semu dengan desain penelitian pretest and posttest control group designe yang dilakukan di SMA Negeri 1 Kupang tahun ajaran 2008/2009 dengan Sampel dua kelas X yang diambil secara random kelompok. Instrumen penelitian berupa: perangkat pembelajaran yaitu silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar kegiatan Siswa (LKS), dan Alat peraga; evaluasi penelitian berupa lembar observasi keterampilan berpikir kritis siswa dan tes pemahaman konsep fisika siswa.
Prosedur penelitian berupa: tahap persiapan menyusun instrumen perangakat pembelajaran dan instrumen evaluasi penelitian; tahap pelakasanaan yaitu pembukaan pembelajaran berupa pemberian tes pemahaman konsep awal (prior knowlidge) siswa, apersepsi berupa pertanyaan dari peristiwa kehidupan sehari-hari dan gejala fisis yang didemonstrasikan; kegiatan inti berupa menciptakan konflik kognitif berupa demonstrasi sehingga siswa melakukan penyelidikan dalam kelompok dengan menggunakan LKS sementara itu guru membimbing kelompok bekerja dan belajar; mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif berupa evaluasi dari proses penyelidikan untuk pemecahan masalah. Penutup berupa rangkuman dan penghargaan kepada individu atau kelompok.
Pengumpulan data keterampilan berpikir kritis dilakukan pada setiap pertemuan oleh dua orang observer sedangkan pemahamn konsep fisika siswa dilakukan pada awal dan akhir pelaksanaan penelitian.
Analisis data untuk keterampilan berpikir kritis siswa secara deskriptif sedangkan untuk prestasi belajar fisika siswa menggunakan uji infrensial uji t-studen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa selama 3 kali pertemuan mengalami perubahan seperti pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Penigkatan KBKS yang diajar dengan integrasi strategi konflik kognitif berbantuan alat peraga.
No
Parameter KBPS
Pert. I
Pert. II
Pert. III
1
Bertanya
3,31
3,59
3,68
2
Menjawab
3.13
3,37
3,58
3
Menanggapi
2,75
2,81
3,09
4
Menarik Kesimpulan
2,44
2,46
2,53
5
Mengkomunikasikan Hasil
1,38
1,40
1,42
Rata-Rata Skor KBKS
2,6
2,7
2,9
Tabel 2. Penigkatan KBKS yang diajar dengan integrasi strategi konflik kognitif tanpa berbantuan alat peraga
No
Parameter KBPS
Pert. I
Pert. II
Pert. III
1
Bertanya
3,16
3,38
3,53
2
Menjawab
3,00
3,44
3,28
3
Menanggapi
2,63
2,75
2,84
4
Menarik Kesimpulan
2,63
2,41
2,16
5
Mengkomunikasikan Hasil
1,28
1,25
1,44
Rata-Rata Skor KBKS
2,5
2,6
2,7
Dari data Tabel 1 diperoleh bahwa secara keseluruhan KBKSpembelajaran pengembangan strategi konflik kognitifdengan model PBL dan CL berbantuan alat peraga mengalami peningkatan. Peningkatan yang besar terjadi pada kemampuan mengkomunikasikan dalam menyampaikan pendapat ke teman-temannya. Hal ini terjadi karena siswa sebelumnya belum terbiasa dalam menyampaikan pendapat tapi setelah mengalami proses pembiasaan dalam mengambil data, maka siswa sudah mulai berusaha mengemukakan pendapat sesuai apa yang diobservasi. Sedangkan dalam menarik kesimpulan peningkatannya paling rendah, hal ini karena siswa belum terbiasa dalam menarik kesimpulan dari proses yang telah dilakukan
Dari data Tabel 2 diperoleh bahwa secara keseluruhan KBKS pembelajaran pengembangan strategi konflik kognitif dengan model PBL dan CL berbantuan alat peraga mengalami peningkatan. Peningkatan yang besar terjadi pada kemampuan mengkomunikasikan dalam menyampaikan pendapat ke teman-temannya. Hal ini terjadi karena siswa sebelumnya belum terbiasa dalam menyampaikan pendapat tapi setelah mengalami proses pembiasaan dalam mengambil data, maka siswa sudah mulai berusaha mengemukakan pendapat sesuai apa yang diobservasi. Sedangkan dalam menarik kesimpulan peningkatannya paling rendah, hal ini karena siswa belum terbiasa dalam menarik kesimpulan dari proses yang telah dilakukan.
Data Pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan KBKS pembelajaran pengembangan strategi konflik kognitif dengan PBL dan CL tanpa baerbantuan alat peraga mengalami peningkatan tetapi lebih rendah daripada dengan berbantuan alat peraga. KBKS yang paling tinggi peningkatannya adalah keterampilan dalam bertanya, karena siswa susah melakukan proses sains tanpa alat peraga sehingga dia sering bertanya mengenai proses sains yang mungkin terjadi. Keterampilan yang lain berfluktuasi karena kurangnya penguatan saat terjadi proses sains yang hanya berdasarkan nalar saja.
Peningkatan pemahaman konsep fisika siswa yang pembelajarannya menerapkan pengembangan strategi konflik kognitif dengan PBL dan CL yang berbantuan alat peraga lebih baik daripada tanpa alat peraga pada taraf signifikasi . Hal ini dapat terjadi karena selain disebabkan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa juga karena siswa belajar aktif melalui aktivitas proses sains secara riil dari alat peraga yang didemonstrasikan.
SIMPULAN
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep fisika siswa yang pembelajarannya mengembangkan strategi konflik kogtif dengan model PBL dan CL berbantuan alat peraga lebih baik daripada tanpa alat peraga
DAFTAR PUSTAKA
Brooks,J.G. & Books,M.G. (1993). The Courage To Be Constructivist. Educational Leadership, Alexandria, VA:Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).
Darsono S., Fauziatul F., dan Herunata. Peningkatan Hasil Belajar dan Kualitas Pembelajaran Konsep Gas melalui Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Perkuliahan Fisik. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran V0. 12.No.1, hal.76
Gagne, R.M. (1974). The condition of Learning and Theory of Instruction. New York: Dreyden Press.
Lorsbach, A. & Tobin, K. (1992). Contructivism as a Referent for Science Teaching. NARST Reseach Matters. To The Sciense Teacher, No.30
Osborne, J. (1993). Beyond Construktivism In The Proceedings of the Third International Seminar on Misconceptions and Educational Strategies in Science and Mathematics Ittaca, N.Y., Misconception Truts.
Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka, Jakarta.
Von G’lasersfeld, E. (1991). Cognition, Construction of knowledge, and Teaching, Synthese, 80,121-140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar